Makalah Kejaksaan, Pengertian Perikatan, Unsur-Unsur Perikatan dan Macam-macam Perikatan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang-orang yang tidak sadar bahwa setiap harinya mereka melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli suatu barang atau menggunakan jasa angkutan umum, perjanjian sewa-menyewa hal-hal tersebut merupakan suatu perikatan. Perikatan di Indonesia diatur pada buku ke III KUHPerdata(BW). Dalam hukum perdata banyak sekali hal yang dapat menjadi cangkupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu :
  1. Apa Pengertian dari Perikatan ?
  2. Pengaturan apa saja yang ada di Perikatan?
  3. Apa saja yang menjadi bagian dari Unsur-Unsur Perikatan?
  4. Apa yang dimaksud dengan ketentuan umum dalam perikatan ?
  5. Apa saja Macam-macam dari Perikatan?
  6. Bagaimana cara menghapuskan perikatan ?
C.    Tujuan
  1. Mengetahui apa Pengertian dari Perikatan
  2. Mengetahui apa saja Unsur-unsur Perikatan
  3. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jenis-jenis perikatan
  4. Untuk mengetahui bagaimana cara untuk menghapuskan perikatan

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan. Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang- undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum( legal relation).
Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law). Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas. perikatan yang terdapat dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:
  1. Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
  2. Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
  3. Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
  4. Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.
·         Perikatan Dalam arti Sempit
Perikatan yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan meliputi semua perikatan dalam bidang- bidang hukum tersebut. Melainkan akan dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan saja,yang menurut sistematika Kitab Undang- Undang hukum Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang Perikatan. Tetapi menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum harta kekayaanitu meliputi hukukm benda dan hukum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda. Perikatan dalam bidang harta kekayaan ini disebut Perikatan dalam arti sempit.

  • Ukuran nilai
Perikatan dalam bidang hukum harta kekayaan ini selalu timbul karena perbuatan orang, apakah perbuatan itu menurut hukum atau melawan hukum. Objek perbuatan itu adalah harta kekayaan, baik berupa benda bergerak atau benda tidak bergerak, benda berwujud atau benda tidak berwujud, yang semuanya itu selalu dapat dinilai dengan uang. Jadi ukuran untuk menentukan nilai atau harga kekayaan atau benda itu adalah uang. Dalam kehidupan modern ini uang merupakan ukuran yang utama.

  • Debitur Dan Kreditur
Perikatan yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain, mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi. Pihak yang berkewajiban berprestasi itu biasa disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur. Dalam suatu perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas suatu prestasi. Tetapi mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu, di samping kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya jika pihak lain itu disamping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Jadi kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban timbale balik. Karena prestasi itu diukur dengan nilai sejumlah uang, maka pihak yang berkewajiban membayar sejumlah uang itu berkedudukan sebagai debitur, sedangkan pihak yang berhak meneriam sejumlah uang itu berkedudukan sebagai kreditur.

B.     Pengaturan Perikatan
Perikatan diatur dalam Buku KUH Perdata. Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi karena perjanjian dan Undang-Undang. Aturan mengenai perikatan meliputi bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum meliputi aturan yang tercantum dalam Bab I, Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353), dan Bab IV KUH Perdata yang belaku bagi perikatan umum. Adapun bagian khusus meliputi Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab bersangkutan. Pengaturan nama didasarkan pada “sistem terbuka”, maksudnya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja, baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam Undang-Undang. Sistem terbuka dibatasi oleh tiga hal, yaitu :
  1. Tidak dilarang Undang-Undang
  2. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
  3. Tidak bertentangan dengan kesusilaan
Sesuai dengan penggunaan sistem terbuka, maka pasal 1233 KUH Perdata menetukan bahwa perikatan dapat terjadi, baik karena perjanijian maupun karena Undang-Undang. Dengan kata lain, sumber peikatan adalah Undang-Undang dan perikatan. Dalam pasal 1352 KUH Perdata, perikatan yang terjadi karena Undang-Undang dirinci menjadi dua, yaitu perikatan yang terjadi semata-mata karena ditentukan dalam Undang-Undang dan perikatan yang terjadi karena perbuatana orang. Perikatan yang terjadi karena perbuatan orang, dalam pasal 1353 KUH Perdata dirinci lagi menjadi perbuatan menurut hukum (rechmatig daad) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).

C.    Unsur-Unsur Perikatan
a.      Subjek perikatan
Subjek perikatan disebut juga pelaku perikatan. Perikatan yang dimaksud meliputi perikatan yang terjadi karena perjanjian dan karena ketentuan Undang-Undang. Pelaku perikatan terdiri atas manusia pribadi dan dapat juga badan hukum atau persekutuan. Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus:
1.      Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri
2.      Tidak ada paksaan dari pihak manapun
3.      Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan
4.      Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan
b.   Wenang berbuat
Setiap pihak dalam dalam perikatan harus wenang berbuat menurut hukum dalam mencapai persetujuan kehendak (ijab kabul). Persetujuan kehendak adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara riil dalam bentuk tindakan nyata, pihak yang satu menyatakan memberi sesuatau kepada yang dan menerima seseuatu dari pihak lain. Dengan kata lain, persetujuan kehendak (ijab kabul) adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara riil yang mengikat kedua pihak. Setiap hak dalam perikatan harus memenuhi syarat-syarat wenang berbuat menurut hukum yang ditentukan oleh undang-undang sebagai berikut:
1.      Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh
2.      Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah
3.      Dalam keadaan sehat akal (tidak gila)
4.      Tidak berada dibawah pengampuan
5.      Memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain

Persetujuan pihak merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak untuk saling memenuhi kewajiban dan saling memperoleh hak dalam setiap perikatan. Persetujuan kehendak juga menetukan saat kedua pihak mengakhiri perikatan karena tujuan pihak sudah tercapai. Oleh sebab itu, dapat dinyatakan bahwa perikatan menurut sistem hukum prdata, baru dalam taraf menimbulkan kewajiban dan hak pihak-pihak, sedangkan persetujuan kehendak adalah pelaksanaan atau realisasi kewajiban dan pihak-pihak sehingga kedua belah pihak memperoleh hak masing-masing.
Bagaimana jika halnya salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sehingga pihak lainnya tidak memperoleh hak dalam perikatan ? dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pihak yang tidak memenuhi kewajibannya itu telah melakukan wanprestasi yang merugikan pihak lain. Dengan kata lain, perjanjian tersebut dilanggar oleh salah satu pihak.

c.         Objek perikatan
Objek perikatan dalam hukum perdata selalu berupa benda. Benda adalah setiap barang dan hak halal yang dapat dimiliki dan dinikmati orang. Dapat dimilik dan dinikmati orang maksudnya memberi manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang yang memilikinya. Benda objek perikatan dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang dapat diangkat dan dipindahkan, seperti motor, mobil, hewan ternak. Sedangkan benda tidak bergerak adalah benda yang tidak dapat dipindahkan dan diangkat, seperti rumah, gedung. Apabila benda dijadikan objek perikatan, benda tersebut harus memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh undang-undang. Syarat-syarat tersebut adalah :
1.      Benda dalam perdagangan
2.      Benda tertentu atau tidak dapat ditentukan
3.      Benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
4.      Benda tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang atau benda halal
5.      Benda tersebut ada pemiliknya dan dalam pengawasan pemiliknya
6.      Benda tersebut dapat diserahkan oleh pemiliknya
7.      Benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasar alas hak sah

d.      Tujuan Perikatan
Tujuan pihak-pihak mengadakan perikatan adalah terpenuhinya prestasi bagi kedua belah pihak. Prestasi yang dimaksud harus halal, artinya tidak dilarang Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Prestasi tersebut dapat berbentuk kewajiban memberikan sesuatu, kewajiban melakukan sesuatu (jasa), atau kewajiban tidak melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).

D.    Ketentuan Umum dan Khusus
Dalam penerapannya, ketentuan umum dalam Bab I-IV Buku III KUH Perdata diberlakukan untuk semua perikatan, baik yang sudah diatur dalam Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V-XVIII maupun yang diatur dalam KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata bahwa: “semua perjanjian yang mempunyai nama tertentu maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada ketentuan umum yang dimuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Yang dimaksud dengan “bab ini dan bab yang lalu” dalam pasal ini adalah bab Bab II tentang perikatan yang timbul dari pejanjian dan Bab I tentang perikatan pada umumnya.
Penerapan ketentuan umum terhadap hal-hal yang diatur secara khusus, dalam ilmu hukum dikenal dengan adagium iex specialis deroget legi generali. Artinya, ketentuan hukum khusus yang dimenangkan dari ketentuan hukum umum. Maknanya jika mengenai suatu hal sudah diatur secara khusus, ketentuan umum yang mengatur hal yang sama tidak perlu diberlakukan lagi. Jika suatu hal belum diatur secara khusus, ketentuan umum yang mengatur hal yang sama diberlakukan.
Timbulnya perikatan dalam hal ini bukan dikarenakan karena adanya suatu persetujuan atupun perjanjian, melainkan dikarenakan karena adanya undang- undang yang menyatakan akibat perbuatan orang, lalu timbul perikatan. Perikatan yang timbul karena undang- undang ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang- undang sendiri. Perbuatan orang itu diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum (pasal 1352 dan 1353 KUHPdt).
Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai dengan hukum ada dua, yaitu wakil tanpa kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam pasal 1354 sampai dengan pasal 1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang (onverschuldigde betalling) diatur dalam pasal 1359 sampai dengan 1364 KUHPdt. Sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 sampai dengan 1380 KUHPdt.
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan kepada harta kekayaan orang laindan dapat ditujukan kepada diri pribadi orang lain, perbuatan mana mengakibatkankerugian pada orang lain. Dalam hukum anglo saxon, perbuatan melawan hukum disebut tort. Untuk mengetahui apakah perbuatan hukum itu disebut wakil tanpa kuasa, maka perlu dilihat unsure- unsure yang terdapat didalamnya, unsure- unsure tersebut adalah :
  1. Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela, artinya atas kesadaran sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai imbalannya.
  2. Tanpa mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, atau kuasa dari pihak yang berkepentingan baik lisan maupun tulisan.
  3. Mewakili urusan orang lain, artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan kepentingan sendiri.
  4. Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan orang lain.
  5. Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu, artinya sekali ia melakukan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia harus mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang diwakili kepentingannya itu dapat menikmati manfatnya atau dapat mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu.
  6. Bertindak menurut hukum, artinya dalam melakukan perbuatan mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan kewajiban menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undang- undang.
Hak dan kewajiban pihak- pihak
Karena perikatan ini timbul berdasarkan ketentuan undang- undang, maka hak dan kewajiban tersebut dapat diperinci sebagai tersebut di bawah ini :
  1. Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu sampai selesai, dengan memberikan pertanggungjawaban.
  2. Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang berkepentingan berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau pengeluaran yang telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.

Pembayaran Tanpa Hutang
Menurut ketentuan pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang ditujukan untuk melunasi suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu dapat dituntut kembali. Ketentuan ini jelas memberikan kepastian bahwa orang yang memperoleh kekayaan tanpa hak itu seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan yang telah diserahkan kepadanya karena kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira ada hutang tetapi sebenarnya tidak ada hutang. Pembayaran yang dilakukan itu sifatnya sukarela, melainkan karena kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana mestinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kemudian ternyata bahwa perikatan yang dikira ada sebenarnya tidak ada. Dengan demikian ada kewajiban undang- undang bagi pihak yang menerima pembayaran itu yang mengembalikan pembayaran yang telah ia terima tanpa perikatan.
Perbuatan Melawan Hukum(onrechtmatige Daad)
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, kita lihat pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut :
“ Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu diketahui bahwa suatu perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila ia memenuhi empat unsure sebagai berikut :
  1. Perbuatan itu harus melawan hukum
  2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
  3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
  4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbulharus ada hubungan kausal
Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Diri Pribadi
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan pada benda milik orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain mungkin dapat menimbulkan kerugian pisik ataupun kerugian nama baik(martabat). Kerugian pisik atau jasmani misalnya luka, cedera, cacat tubuh. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pisik atau jasmani banyak diatur dalam perundangan- undangan di luar KUHPdt, misalnya undang- undang perburuhan. apabila seseorang mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota badan dikarenakan kesengajaan atau kurang hati- hati pihak lain, undang- undang memberikan hak kepada korban untuk memperoleh penggantian biaya pengobatan, ganti kerugian atau luka atau cacat tersebut.
Ganti kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan. Penghinaan adalah perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, jadi dapat dimasukkan perbuatan melawan hukum pencemaran nama baik seseorang. Lain daripada itu, yang terhina dapat menuntut supaya dalam putusan itu juga dinyatakan bahwa perbutan yang telah dilakukan itu adalah memfitnah. Dengan demikian, berlakulah ketentuan pasal 314 KUHP penuntutan perbuatan pidana memfitnah. Perkara memfitnah ini diperiksa dan diputus oleh hakim pidana(pasal 1373 KUHPdt).

Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Badan Hukum
Sering sekali orang mengatakan bahwa apakah badan hukum itu dapat melakukan kesalahan atau perbuatan melawan hukum. Alasannya , karena badan hukum tidak dapat melakukan kesalahan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam lapangan hukum pidana, seperti halnya manusia pribadi. Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, lebih dahulu perlu dikemukakan berbgai teori mengenai badan hukum ada 3 macam yaitu:
  1. Teori fictie(perumpamaan), menurut teori ini badan hukum itu diperumpamakan sebagai manusia, terpisah dari manusia yang menjadi pengurusnya. Atas dasar ini badan hukum tidak dibuat secara langsung, melainkan melalui perbuatan orang, yaitu pengurusnya. Dengan demikian berdasarkan teori fictie ini, badan hukum yang melakukan perbuatan hukum dapat digugat tidak melalui pasal 1365, melainkan melalui pasal 1367 KUHPdt. Jika mengikuti teori fictie ini kita dihadapkan pada keadaan yang bertentangan dengan kenyataan.
  2. Teori orgaan (perlengkapan), menurut teori ini, badan hukum itu sama dengan manusia pribadi, dapat melakukan perbuatan hukum.
  3. Teori yurisdische realiteit, menurut teori ini, badan hukum adalah realitas yuridis yang dibentuk dan diakui sama seperti manusia pribadi.
Badan Hukum Perdata dan Publik
Ada dua macam badan hukum dilihat dari sudut pembentukannya, yaitu badan hukum pidana dan badan hukum public. Badan hukum perdata dibentuk berdasarkan hukum perdata, sedangkan pengesahannya dilakukan pleh pemerintah. Yang disahkan itu pada umumnya adalah anggaran dasar badan hukum itu. Pengesahan dilakukan dengan pendaftaran anggaran dasar kepada pejabat yang berwenang, pengesahan tersebut diperlukan supaya badan hukum yang dibentuk itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, dan tidak dilarang oleh undang- undang. Badan hukum perdata ini misalnya, perseroan terbatas, yayasan .koperasi.
Badan Hukum public dibentuk dengan undang- undang oleh pemerintah. Badan hukum public ini merupakan badan- badan kenegaraan, misalnya Negara republicIndonesia, daerah Tiongkok I, daerah tingkat II, dan lain- lain. Badan hukum public ini dibentuk untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam menjalankan pemerintah Negara badan hukum public harus berdasarkan undang- undang. Jika dalam menjalankan tugasnya, badan hukum public itu melakukan perbuatan melawan hukum, ia dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUHPdt. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa badan hukum public dalam menjalankan kekuasaannya itu mungkin merugikan orang lain dengan alasan menjalankan undang- undang. Maka dalam hal ini perlu dibedakan antara kebijaksanaan dan pelanggaran undang- undang. Dalam hal ini hakim yang akan menentukan. Namun demikian, jika perbuatan yang dilakukan itu adalah kebijaksanaan penguasa(pemerintah), ini bukan lagi wewenang hakim, karena sudah masuk dalam bidang politik.

E.     Macam-macam Perikatan
Dalam kenyataanya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat menurut syarat yang ditentukan oleh pihak- pihak, atau menurut jenis prestasi yang harus dipenuhi, atau menurut jumlah subyek yang terlibat dalam perikatan itu.

  1. Perikatan Bersyarat
Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi, baik dalam menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadi peristiwa (Pasal 1253 KUHP dt). Perikatan bersyarat di bagi tiga yaitu :
·         Perikatan dengan syarat tangguh, Apabila syarat peristiwa itu terjadi, maka perikatan di laksanakan (Pasal 1263 KUHP dt). Misalnya Oki setuju apabila Ramdan adiknya mendiami pavilium rumahnya setelah menikah. Nah, nikah adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi. Sifatnya menangguhkan pelaksanaan perikatan. Jika ramdan menikah, maka Oki wajib menyerahkan pavilium rumahnya untuk didiami oleh Ramdan.
·         Perikatan dengan syarat batal, Disini justru perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila peristiwa yang dimaksudkan itu terjadi (Pasal 1265 KUHP dt). Misalnya, Arlita setuju apabila Regi kakaknya mendiami rumah Arlita selama dia tugas di Perancis dengan syarat bahwa Regi harus mengosongkan rumah tersebut apabila Arlita selesai studi dan kembali ke tanah air. Di sini syarat  “ selesai dan kembali ke tanah air ” masih akan terjadi dan belom pasti terjadi. Akan tetapi, jika syarat tersebut terjadim perikatan akan berakhir dalam arti batal.

2.      Perikatan dengan ketetapan waktu
Syarat ketetapan waktu adalah pelaksaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang di tetapkan. Misalnya Anis berjanji kepada Yesi bahwa ia akan membayar utangnya dengan hasil panen sawahnya yang sedang menguning pada tanggal 1 agustus 2014. Dalam hal ini hasil panen yang sedang menguning sudah pasti karena dalam waktu dekat, Anis akan panen sawah sehingga pembayaran utang pada tanggal 1 agustus 2014 sudah dipastikan.

  1. Perikatan Manasuka ( Boleh Pilih)
Pada perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan mansuka karena, debitor boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Namun, debitor tidak dapat memaksa kreditor untuk menerima sebagian benda yang satu dan benda sebagian benda yang lainnya. Jika debitor telah memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditor (Pasal 1272 dan 1273 KUHP dt). Misalnya, Rima memesan barang elektronik berupa radio tape recorder ataustereo tape recorder di sebuah toko barang elektronik dengan harga yang sama, yakni Rp 2.500.000,00. Dalam hal ini, pedagang tersebut dapat memilih yaitu menyerahkanradio tape recorder atau stereo tape recorder.Akan tetapi, jika diperjanjikan bahwa Rima (Pemesan) yang menentukan pilihan, pedagang memberitahukan kepada Rima bahwa barang pesanan sudah tiba, silahkan memilih salah satu dari benda objek perikatan tersebut. Jika Rima telah memilih dan menerima satu dari dua benda itu, peerikatan berakhir.

  1. Perikatan Fakultatif
Perikatan Fakultatif yaitu perikatan dimana debitor wajib memenuhi suatu prestasi tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula. Dalam perikatan ini hanya ada satu objek. Apabila debitor tidak memenuhi prestasi itu, dia dapat mengganti prestasi lain. Misalnya, Agung berjanji kepada Rian untuk meminjamkan mobilnya guna melaksanakan penelitian. Jika Agung tidak meminjamkan Karena rusak, dia dapat mengganti dengan sejumlah uang transport untuk melaksanakan penelitiannya.

  1. Perikatan Tanggung-Menanggung
Pada perikatan tanggung-menanggung dapat terjadi seorang debitor berhadapan dengan beberapa orang kreditor atau seorang kreditor berhadapan dengan beberapa orang debitor. Apabila kredior terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung-menanggung aktif. Dalam hal ini, setiap kreditor, berhak atas pemenuhan prestasi seluruh hutang. Jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitor dibebaskan dari utangnya dan perikatan hapus (Pasal 1278 KUHP dt). Jika pihak debitor terdiri atas beberapa orang, ini disebut tanggung menanggung pasif, setiap debitor wajib memenuhi prestasi seluruh utang dan dan jika sudah dipenuhi oleh seorang debitor saja, membebaskan debitor –debitor lain dari tuntutan kreditor dan perikatannya hapus (Pasal 1280 KUHP dt) Berdasarkan observasi, perikatan yang banyak terjadi dalam praktiknya adalah perikatan tanggung-menanggung pasif yaitu :
1.      Wasiat, Apabila pewaris memberikan tugas untuk melaksanakan hibah wasiat kepada ahli warisnya secara tanggung-menanggung.
2.      Ketentuan Undang-Undang , Dalam hal ini undang-undang menetapkan secara tegas perikatan tanggung menanggung dalam perjanjian khusus.
Perikatan tanggung menanggung secara tegas diatur dengan perjanjian khusus, yaitu sebagai berikut ;
1.      Persekutuan firma (Pasal 18 KUHD), Setiap sekutu bertanggung jawab secara tanggung-menanggung untuk seluruhnya atas semua perikatan.
2.      Peminjaman benda (Pasal 1749 KUHPdt), Jika bebereapa orang bersama-sama menerima benda karena peminjaman, meka masing-masing untuk seluruhnya bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan pinjaman benda itu.
3.      Pemberian kuasa (Pasal 1181 KUHPdt) ,Seorang penerima kuasa diangkat oleh beberapa orang untuk mewakili dalam suatu urusan yang menjadi urusan mereka bersama. Mereka bertanggung jawab untuk seleruhnya terhadap penerima kuasa mengenai segala akibat pemberian kekuasaan.
4.      Jaminan orang (borgtoch,pasal 1836 KUHPdt), Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penjamin sebagai seorang debitor yang sama untuk utang yang sama, mereka itu untuik masing-masing terikat untuk seluruh utang.

6.      Perikatan Dapat Dibagi Dan Tidak Dapat Dibagi
Suatu perikatan dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut.  sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu berdasarkan pada :
1.      Sifat benda yang menjadi objek perikatan.
2.      Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.

Perikatan dapat atau tidak dapat dibagi bisa terjadi jika salah satu pihak meninggal dunia sehingga akan timbul maslah apakah pemenuhan prestasi dapat dibagi atau tidak antara para ahli waris almahrum itu. Hal tersebut bergantung pada benda yang menjadi objek perikatan yang penyerahannya atau pelaksanaannya dapat dibagi atau tidak, baik secara nyata maupun secara perhitungan ( Pasal 1296 KUHPdt). Akibat hukum perikatan dapat atau tidak dapat dibagi adalah bahwa perikatan yang tidak dapat dibagi, setiap kreditor berhak menuntut seluruh  prestasi kepada setiap debitor dan setiap debitor wajib memenuhi prestasi tersebut seluruhnya. Dengan dipenuhinya prestasi oleh seorang debitor , membebaskan debitor lainnya dan perikatan menjadi hapus. Pada perikatan yang dapat dibagi, setiap kreditor hanya dapat menuntut suatu bagian prestasi menurut perimbangannya, sedangkan setiap debitor hanya wajib memenuhi prestasi untuk bagiananya saja menurut perimbangan.

  1. Perikatan dengan Ancaman Hukuman
Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitor apabila dia lalai memenihi prestasinya. Ancaman hukuman ini bermaksut untuk memberikan suatu kepastian atas pelaksanaan isi perikatan, seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Disamping itu, juga sebagai upaya untuk menetapkan jumlah ganti keruguan jika memang terjadi wanprestasi. Hukuman itu merupakan pendorong debitor untuk memenuhi kewajiban berprestasi dan untuk membebaskan kreditor dari pembuktian tentang besarnya ganti kerugian yang telah di deritanya. Misalnya, dalam perjanjian dengan ancaman hukuman, apabila seorang pemborong harus menyelesaikan pekerjaan bangunan dalam waktu tiga puluh hari tidak menyelesaikan pekerjaannya, dia dikenakan denda satu juta rupiah setiap hari terkampat itu. Dalam hal ini, jika pemborong itu melalaikan kewajibannya, berarti dia wajib membayar denda satu juta rupiah sebagai ganti kerugian untuk setiap hari terlambat.

  1. Perikatan Wajar
Undang-undang tidak menentukan apa yang dimaksud dengan perikatan wajar (natuurlijke verbintenis, natural obligation). Dalam undang-undang hanya dijumpai Pasal 1359 ayat (2) KUHPdt. Karena itu, tidak ada kesepakatan antara para penulis hukum mengenai sifat dan akibat hukum dari perikatan wajar, kecuali mengenai satu hal, yaitu sifat tidak ada gugatan hukum guna memaksa pemenuhannya. Kata wajar adalah terjemaahan dari kata aslinya dalam bahasa Belanda “natuurlijk” oleh Prof. Koesoemadi Poedjosewojo dalam kuliah hukum perdata pada  Fakultas Hukum Universitas  Gadjah Mada Yogyakarta. Perikatan wajar bersumber dari Undang-Undang dan kesusilaan seta kepatutan (Moral and equity). Bersumber pada Undang-Undang, artinya keberadaan perikatan wajar karena ditentukasn oleh Undang-Undang. Jika Undang-Undang tidak menentukan, tidak ada perikatan wajar. Bersumber dari kesusilaan dan kepatutan, artinya keberadaan perikatan wajar karena adanya belas kasihan, rasa kemanusiaan, dan kerelaaan hati yang iklas  dari pihak debitor. Hal ini sesuai benar dengan sila kedua pancasila dan dasar Negara Republik Indonesia.
Ada contoh-contoh yang berasal dari ketentuan undang-undang adalah seperti berikut ini:
1.      Pinjaman yang tidak diminta bunganya, Jika bunganya dibayar, tidak dapat dituntut pengembaliannya (Pasal 1766 KUHPdt)
2.      Perjudian dan pertaruhan, Undang-Undang tidak memberikan tuntutan hukum atas suatu utang yang terjadi karena perjudian karena perjudian pertaruhan ( Pasal 1788 KUHPdt).
3.      Lampau waktu, Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun perorangan hapus karena kadaluarsa (lampau waktu) dengan lewatnya tenggang waktu tiga puluh hari tahun.
4.      Kepailitan yang di atur dalam undang-undang kepailitan.

F.     Hapusnya Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
  1. Pembayaran
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dalam hal objek perikatan adalah pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perikatan baru berakhir setelah pembayaran uang dan penyerahan benda.
  1. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan
Jika debitor telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaries, kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditor itu kemudian debitor menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perikatan menjadi hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata ). Supaya penawaran pembayaran itu sah perlu dipenuhi syarat-syarat :
a.       Dilakukan kepada kreditor atau kuasanya;
b.      Dilakukan oleh debitor yang wenang membayar;
c.       Mengenai semua uang pokok, bunga, dan biaya yang telah ditetapkan;
d.      Waktu yang ditetapkan telah tiba;
e.       Syarat dimana utang dibuat telah terpenuhi;
f.       Penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditetapkan atau ditempat yang telah disetujui; dan
g.      Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaries atau juru sita disertai oleh dua orang saksi.
  1. Pembaruan Utang ( Novasi )
Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang lama dengan utang baru, debitor lama dengan debitor baru. Dalam hal utang lama diganti dengan utang baru, terjadilah penggantian objek perikatan, yang disebut “ Novasi Objektif”. Disini utang lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orangnya (subyeknya), maka jika debitornya yang diganti, pembaruan ini disebut “Novasi Subjektif Pasif” jika kreditornya yang diganti, pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini utang lama lenyap.
  1. Perjumpaan Utang (kompensasi)
Dikatakan ada penjumpaan utang apabila utang piutang debitor dan kreditor secara timbale balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu utang piutang lama lenyap. Supaya utang itu dapat diperjumpakan perlu dipenuhi syarat-syarat :
1.      Berupa sejumlah uang atau benda yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama;
2.      Utang itu harus sudah dapat ditagih; dan
3.      Utang itu seketika dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnnya (pasal 1427 KUH Perdata)

Setiap utang apapun sebabbnya dapat diperjumpakan, kecuali dalam hal berikut ini :
1.      Apabila dituntut pengembalian suatu benda yang secara melawan hukum dirampas dari pemiliknya, misalnya karena pencurian;
2.      Apabila dituntut pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan;
3.      Terhadap suatu utang yang bersumber pada tunjangan napkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita (Pasal 1429 KUH Perdata) ;
4.      Utang-utang Negara berupa pajak tidak mungkin dilakukan perjumpaan utang (yurisprudensi); dan
5.      Utang utang yang timbul dari perikatan wajar tidak mungkin dilakukan perjumpaan hutang (yurisprudensi).
5. Pencampuran Utang
Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran utang itu terjadi apabila
kedudukan kreditor dan debitor itu menjadi satu tangan. Pencampuran utang tersebut
terjadi demi hukum. Pada pencampuran hutang ini utang piutang menjadi lenyap.
  1. Pembebasan Utang
Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitor dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan dengan pembebasan ini perikatan menjadi lenyap atau hapus. Menurut ketentuan pasal 1438 KUH Perdata, pembebasan suatu hutang tidak boleh didasarkan pada persangkaan, tetapi harus di buktikan. Pasal 1439 KUH Perdata menyatakan bahwa pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditor kepada debitor merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
  1. Musnahnya benda yang terutang
Menurut ketentuan pasal 1444 KUH Perdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek perikatan itu musnah, tidak dapat lagi diperdangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitor, dan sebelum dia lalai , menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan; perikatan menjadi hapus (lenyap) akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya, kerena pencurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitor (orang yang mencuri itu) untuk mengganti harganya. Meskipun debitor lalai menyerahkna benda itu dia juga akan bebas dari perikatan itu apabila dapat membuktikan bahwa musnah atau hilangnya benda itu disebabkan oleh suatu keadaan di luar kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami peristiwa yang sama measkipun sudah berada di tangn kreditor.

  1. Karena pembatalan
Menurut ketentuan pasala 1320 KUH Perdata, apabila suatu perikatan tidak memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya, salah satu pihak belum dewasa atau tidak wenang melakukan perbuatan hukum, maka perikatan itu tidak batal, tetapi “dapat dibatalkan” (vernietigbaar, voidable). Perikatan yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan negeri melalui dua cara, yaitu :
1.      Dengan cara aktif, Yaitu menuntut pembatalan melalui pengadilan negeri dengan cara mengajukan gugatan.
2.      Dengan cara pembelaan, Yaitu menunggu sampai digugat di muka pengadilan negeri untuk memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan tentang kekurangan perikatan itu.
Untuk pembatalan secara aktif, Undang-undang memberikan pembatasan waktu, yaitu lima tahun (pasal 1445 KUH Perdata), sedangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu.
  1. Berlaku Syarat Batal
Syarat batal yang dimaksud disini adalah ketentuan isis perikatan yang disetujui oleh kedua pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal (nietig, void) sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut “syarat batal”. Syarat batal pada asasnya selalu berlaki surut, yaitu sejak perikatan itu dibuat. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perkatan.
  1. Lampau Waktu (Daluarsa)
Menurut ketentuan pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah alat untuk memperolah sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang. Atas dasar ketentuan pasal tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau waktu yaitu :
1.      Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu benda disebutacquisitieve verjaring.
2.      Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan disebut extinctieve verjaring.
Menurut ketentuan pasal 1963 KUH Perdata, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasar pada daluarsa (lampau waktu) harus dipenuhi unsur-unsur adanya iktkad baik; ada alas hak yang sah; menguasai benda it uterus-menerus selama dua puluh tahu tanpa ada yang mengggugat, jika tanpa alas hak, menguasai benda itu secara terus-menerus selama 30 tahun tanpa ada yang mengugat. Pasal 1967 KUH perdata menentukan bahwa segala tuntutan, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus karena daluarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yang menunujukkan adanya daluarsa itu tidak usah menunjukkan alas hak dan tidak dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasar pada iktikad buruk. Benda bergerak yang bukan bunga atau piuatang yang bukan atas tunjuk (niet aan toonder), siapa yang menguaisainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun demikian, jika ada orang yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak hari hilangnya atau dicurigainya benda itu, dia dapat menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya dari tangan siapapun yang menuasainya. Pemegang benda terakhir dapat menuntut pada orang terakhir yang menyerahkan atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian (pasal 1977 KUH Perdata).
Daluarsa tidak berjalan atau tertangguh dalam hal-hal seperti tersebut berikut ini:
  1. Terhadap anak yang belum dewasa, orang di bawah pengampuan;
  2. Terhadap istri selam perkawinan (ketentuan ini tidak berlaku lagi)
  3. Terhadap piutang yang digantungkan pada suatu syarat selama syarat itu tidak terpenuhi; dan
  4. Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai hutang-piutangnya (pasal 1987-1991 KUH Perdata).Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
  
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan, Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law). Dalam kita undang-undang hukum perdata pasal 1331 ayat 1 dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undag-undnag bagi mereka yang membuatnya, artinya apabila objek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum.
Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim. Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memeuni unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pebgawasab dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan didepan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian.


DAFTAR PUSTAKA

http://makalah dan skripsi.blogspot.co.id/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html?m=1
http://rima-suryani.blogspot.co.id/2014/11/makalah-hukum-perikatan.html

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel